Sejarah Isi Perjanjian Perundingan Linggarjati, Tujuan Tokoh – Indonesia mengaku kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 tetapi Belanda tetap mengurangi Indonesia dan hendak menancapkan kekuasaannya kembali.
Ketegangan antara Indonesia dan Belanda yang semakin hebat mendorong Inggris yang merasa bertanggungjawab atas masuknya Belanda ke Indonesia, mencari solusi untuk menuntaskan konflik yang terjadi. Duta istimewa Inggris di Asia Tenggara, Lord Killearn, datang menghadap Presiden Soekarno di Yogyakarta tanggal 26 Agustus 1946 dan menyodorkan diri menjadi perantara dalam perundingan Indonesia-Belanda.
Sebelum Perundingan Linggarjati dilangsungkan pada tanggal 1 November 1946, Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Kepala Staf Letjen Urip Sumoharjo di Jakarta menandatangani gencatan senjata. Seterusnya tanggal 4 November 1946, pemerintah Belanda mengucapkan notanya untuk Staten General, bahwa Pemerintahan Republik Indonesia yang dipimpin Presiden Soekarno ialah suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri.
Latar Belakang perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati merupakan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Republik Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda. Sebelumnya, diplomat dari Inggris, Sir Archibald Clark Kerr mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hoogwe Veluwe dari tanggal 14 – 25 April 1946 untuk menyelesaikan konflik.
Namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera, dan Madura, namun Belanda hanya mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja. Sehingga dengan gagalnya perundingan di Hoogwe Veluwe ini, maka kemudian diselenggarakan kembali perundingan di Linggarjati, Jawa Barat.
Tujuan Perundingan Linggarjati
Berdasarkan isi dari perundingan Linggarjati di atas dapat diketahui bahwa tujuan diadakannya perundingan ini adalah untuk mengakui kemerdekaan Indonesia secara hukum atau secara de facto yang telah diproklamirkan sejak 17 Agustus 1945.
Proses Jalannya Perundingan Linggarjati
- Duta istimewa Inggris di Asia Tenggara, yaitu Lord Killearn, datang menghadap Presiden Soekarno di Yogyakarta pada 26 Agustus 1946 dan menyodorkan diri untuk menjadi perantara dalam perundingan antara Indonesia dan Belanda.
- Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata pada 14 Oktober 1946 dimana dalam hal ini Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Letjen Urip Sumoharjo datang ke Jakarta untuk menandatangani aksi gencatan senjata.
- Selanjutnya pada 4 November 1946, pemerintah Belanda menyampaikan notanya kepada Staten General, bahwa Pemerintahan Republik Indonesia yang dipimpin Presiden Soekarno adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri.
- Akhirnya pada 11 November 1946, diadakanlah sebuah perundingan di Linggarjati, Jawa Barat antara pihak Indonesia dan Belanda yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook.
- Hasil perundingan ini kemudian ditandatangani di Istana Merdeka, Jakarta pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947.
Isi Perundingan Linggarjati
Walaupun begitu, Perundingan Linggarjati berlangsung juga pada tanggal 15 November 1946. Dalam perundingan tersebut, Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. Sebagai penengah adalah Lord Killearn dari Inggris. Isi Perundingan Linggarjati yaitu:
- Pengakuan status de facto RI atas Jawa, Madura, dan Sumatera oleh Belanda.
- Pembentukan negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat (RIS).
- Pembentukan Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala negara.
- Pembentukan RIS dan Uni Indonesia-Belanda sebelum 1 Januari 1949
Wilayah RIS dalam kesepakatan tersebut mencakup daerah bekas Hindia Belanda yang terdiri atas: Republik Indonesia, Kalimantan, dan Timur Besar. Persetujuan tersebut dilaksanakan pada 15 November 1946 dan baru memperoleh ratifikasi dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal 25 Februari 1947 yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Negara, Jakarta.
Hasil Perjanjian Linggarjati memiliki kelemahan dan keuntungan bagi Indonesia. Kelemahannya, bila ditinjau dari segi wilayah kekuasaan, daerah RI menjadi sempit. Tetapi bila ditinjau dari segi keuntungannya, kedudukan Indonesia di mata internasional semakin kuat karena banyak negara seperti Inggris, Amerika, dan negara-negara Arab mengakui kedaulatan negara RI. Hal ini tidak terlepas dari peran politik diplomasi Indonesia yang dilakukan oleh Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Sujatmoko, dan Dr. Sumitro Joyohadikusumo dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dampak Perundingan Linggarjati terhadap Indonesia dan Belanda
Hasil perundingan ini tetap memberikan peluang untuk Belanda membina kedaulatannya di Indonesia. Pada dasarnya pihak Belanda darurat untuk mengakui kedaulatan distrik Indonesia. Namun hasil yang paling dikenang dari perundingan ini ialah adanya pernyataan de facto dari Belanda. Bukan melulu Belanda, perundingan linggarjati juga dominan terhadap negara asing lainnya yang berangsur-angsur mengakui dominasi RI.
Kesepakatan pemberntukan RIS yang menciptakan Indonesia jharus menjadi unsur persemakmuran kerajaan Belanda, tetap menyerahkan angin segar untuk Indonesia yang mengharapkan kedaulatan. Perundingan LInggarjati ini menciptakan Indonesia terhindar dari banyaknya korban jiwa yang jatuh andai dibanding dengan mengerjakan peperangan.
Dampak negatif dari perundingan ini yakni terjadinya gejolak dalam tubuh pemerintahan Indonesia. KNIP tidak secepatnya mengabsahkan perundingan linggarjati ini karena dirasakan terlalu menguntungkan pihak Belanda. Beberapa partai laksana Masyumi, PNI, dan pengekor Tan Malaka begitu keras membangkang perjanjian Linggarjati. Walaupun, pada kesudahannya KNIP mengabsahkan perjanjian linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 sesudah Hatta menakut-nakuti Soekarno dan ia bakal mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia.
Dampak yang lebih terasa lagi, adanya Agresi Militer Belanda I terhadap Indonesia. Hal ini disebabkan karena Belanda mengganggap Indonesia tidak patuh terhadap perjanjian Linggarjati. Dikarenakan Indonesia menyelenggarakan hubungan diplomatic dengan negara lain, padahal tersebut bukan wewenangnya. Pada tanggal 20 Juli 1947 Belanda mengaku tidak terbelenggu lagi dengan perjanjian LInggarjati. Agresipun dilaksanakan keesokan harinya pada tanggal 21 Juli 1947 dimana Belanda melancarkan serangan ke wilayah Jawa dan Sumatera.
Peserta Tokoh Perundingan linggarjati
- Indonesia : Sutan Syahrir (ketua), Moh. Roem, A.K Ghani, Sutanto Tirtoprojo
- Belanda : Wim Schermerhorn (ketua), H.J van Mook, Max Van Poll, F. de Baer.
- Mediator : Lord Killearn (Inggris)