Pengertian Politik Luar Negeri Indonesia Tujuan Ciri Contoh – Dalam era global seperti sekarang ini, sebuah negara tidak mungkin hidup menyendiri. Sebuah negara perlu membuka diri dan menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Sebuah negara butuh kerja sama dalam berbagai bidang dengan negara-negara lain. Hal tersebut karena kebutuhan menjalin hubungan serta kerja sama dengan bangsa-bangsa lain itulah pada akhirnya setiap negara memiliki kebijakan luar negeri atau lebih tepat lagi politik luar negeri.
Tidak dapat dibantah lagi, bahwa negara Indonesia menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat internasional dan juga banyak terlibat dalam berbagai forum internasional. Indonesia menjadi anggta PBB, ASEAN, OKI 9organisasi Konferensi Islam), Gerakan Non-Blok (GNB), dan lain sebagainya. Jadi, negara Indonesia memiliki kebijakan atau politik luar negeri.
Pengertian Politik Luar Negeri
Apakah politik luar negeri itu? J.R Childs mendefinisikan politik luar negeri sebagai pokok-pokok hubungan luar negeri dari suatu negara. Sementara itu, Riza Sihbudi dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) bidang hubunga internasional atau kebijakan politik luar negeri mengatakan, politik luar negeri pada hakikatnya merupakan “perpanjangan tangan” dari politik dalam negeri suatu negara.
Dari uraian dua pakar tersebut, politik luar negeri dapat diartikan sebagai kebijakan, sikap, dan tingkah pemerintahan suatu negera dalam hal melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, dan badan-badan hukum internasional.
Biasanya politik luar negeri suatu negara dipengaruhi minimal tiga faktor, yaitu sebagai berikut.
- Faktor politik dalam negeri.
- Faktor kemampuan ekonomi dan militer.
- Faktor lingkungan internasional.
Tujuan Politik Luar Negeri Indonesia
Mengingat politik luar negeri bagi suatu negara merupakan pokok-pokok hubungan dengan bangsa lain maupun dunia internasional, dengan sendirinya ia mempunyai sebuah tujuan. Lantas, apa tjuan politik luar negeri Indonesia? berikut penjelasannya.
Bagimana tujuan politik luar negeri Indonesia? Jika Anda memerhatikan Pembukaan UUD 1945, tujuan politik luar negeri Indonesia tercermin dalam alenia pertama dan keempat. Adapun uraian tentang tujuan politik luar negeri Indonesia dalam Pebukaan UUD 1945 tersebut, antara lain sebagai berikut.
- Indonesia mengupayakan agar setiap manusia di muka bumi bergaul dengan damai antara satu dengan yang ain, menghormati hak asasi manusia, dan juga menghormati kedaulatan negara masing-masing.
- Indonesia menghendaki pergaulan internasional tertib tanpa pertikaian, perang, atau penjajahan oleh satu bangsa kepada bangsa lain.
- Indonesia mengupayakan agar tidak terjadi kesenjangan ekonomi, sosial, dan politik antara negara satu dengan yang lain.
- Indonesia berusaha agar hasil-hasil pembangunan tidak hanya dinikmati oleh bangsa Indonesia sendiri, tetapi juga disumbangkan kepada masyarakat di negara lain.
- Indonesia berusaha memperkuat sendi-sendi hukum internasional dan berpartisipasi aktif dalam organisasi internasional untuk mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Politik Luar Negeri Indonesia, Moh. Hatta menguraikan tujuan politik luar negeri Indonesia sebagai berikut.
- Mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara.
- Memperoleh barang-barang yang diperlukan dari luar negeri untuk memperbesar kemakmuran rakyat apabila barang-barang tersebut tidak ada atau belum dihasilkan sendiri.
- Meningkatkan perdamaian internasional karena hanya dalam keadaan damai Indonesia dapat membangun dan memperoleh syarat-syarat yang diperlukan untuk memperbesar kemakmuran rakyat.
- Meningkatkan persaudaraan segala bangsa sebagai pelaksana cita-cita yang tersimpul daam Pancasila, yang menjadi dasar negara dan falsafah negara Indonesia.
Pengertian Politik Luar Negeri Menurut Definisi Para Ahli
- Hudson : Menurut definisi Hudson yang menyatakan bahwa pengertian politik luar negeri adalah sub-disiplin dari hubungan internasional tentang politik luar negeri untuk menjadi panduan bagi negara-negara lain yang ingin bersahabat dan bermusuhan dengan negara tersebut.
- JR. Childs : Pengertian politik luar negeri menurut pendapat JR. Childs adalah pokok-pokok hubungan luar negeri dari suatu negara
- Goldstein : Menurut Goldstein, pengertian politik luar negeri adalah strategi yang digunakan pemerintah sebagai pedoman dikancah internasional.
- Plano dan Olton : Menurut pendapat Plano dan Olton mengenai pengertian politik luar negeri yang menegaskan bahwa politik luar negeri adalah strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unik politik internasional yang lainnya untuk mencapai tujuan nasional.
Ciri-ciri politik luar negeri
Dalam dokumen Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1989) yang telah ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri RI tanggal 19 Mei 1983, dijelaskan bahwa sifat Politik Luar Negeri adalah:
- Bebas Aktif
- Anti kolonialisme
- Mengabdi kepada Kepentingan Nasional dan
- Demokratis
Contoh Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Adapun Contoh Politik Luar Negeri Bebas Aktif secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :
- Membantu Negara lain yang sedang tertimpa musibah atau bencana alam;
- Mengembangkan hubungan diplomatic dengan Negara lain dalam berbagai bidang seperti ekonomi, hukum, sosial, dan lainnya;
- Mengakui kedaulatan dan kemerdekaan Negara lain;
- Mengirim tentara maupun pasukan perdamaian untuk membantu meredakan konflik yang terjadi di Negara lain;
- Ikut serta dalam berbagai organisasi skala internasional.
Politik Luar Negeri Indonesia di masa pemerintahan sekarang
POLITIK luar negeri RI dalam tiga tahun di bawah pemerintahan Presiden Jokowi secara prinsip dapat dideskripsikan sebagai mobilisasi dukungan global mengabaikan kecondongan ideologis negara-negara mitra untuk maksimalisasi pencapaian kepentingan nasional.
Kepentingan nasional, sesuai kecondongan presiden, yakni membangun RI sebagai poros maritim yang kompetitif.
Setelah tiga tahun berjalan nyaris tanpa kritik, politik luar negeri menjadi sasaran kritik terkait tragedi Rohingya di Myanmar.
Kritik, yang semula dimaksudkan untuk menjatuhkan pamor pemerintah, justru menjadi dukungan menguatkan.
Tantangan dan arah kebijakan
Dengan dukungan SDA,lingkungan strategis dan prinsip-prinsip bernegara yang telah diletakkan para pendiri bangsa, Indonesia seharusnya telah menjadi bagian dari liga negara maju.
Berada deretan peringkat atas dari liga negara-negara industri baru, bukan dalam deretan negara-negara berkembang, meskipun bukan yang terburuk.
Presiden Jokowi bertekad menjadikan Indonesia negara maju, kompetitif, dan memiliki mentalitas baru.
Visi ini disebut sebagai Nawa Cita, yang secara umum adalah revitalisasi tiga dokumen, yakni: Trisakti, UUD 1945, dan Deklarasi Djuanda.
Trisakti mengamatkan berdaulat di bidang politik, mandiri bidang ekonomi, dan berkebudayaan Indonesia.
UUD 1945, bagian preamble, mengamatkan, “Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
Deklarasi Djuanda menegaskan Indonesia sebagai negara maritim dalam sebuah kesatuan wilayah daratan dan laut sebagai wawasan Nusantara.
Visi ini, dalam politik luar negeri, diterjemahkan dalam arah kebijakan menjadikan RI kekuatan maritim yang diperhitungkan.
Seperti dirumuskan dalam Rentra Kemenlu 2015-2019, ‘Dalam lima tahun ke depan, politik luar negeri RI akan dititikberatkan pada mengedepankan identitas sebagai negara kepulauan dalam pelaksanaan diplomasi dan membangun kerja sama internasional, menguatkan diplomasi middle power yang menempatkan Indonesia sebagai kekuatan regional dengan keterlibatan global secara selektif, memperluas mandala keterlibatan regional di kawasan Indo Pasifik.
Dan meningkatkan pelibatan peran, aspirasi, dan kepentingan masyarakat dalam perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri, serta menata infrastruktur diplomasi.’
Arah kebijakan politik luar negeri ini pertama kali muncul dalam dokumen quick wins yang dibahas presiden dan kabinetnya pada sidang Kabinet Kerja yang pertama Oktober 2014, dengan poin-poin arah kebijakan politik luar negeri, yakni Launching Doktrin Poros Maritim Dunia (2014), Deklarasi Kerja Sama Negara-Negara Maritim (2014), Perumusan Peran Indonesia dalam G-20, dan Evaluasi Perwakilan Indonesia di Luar Negeri.
Politik luar negeri ditempatkan dalam integrasi dengan kementerian yang lainnya melalui tiga kata kunci: perdagangan, maritim, dan investasi.
Diplomasi ekonomi
Diplomasi ekonomi menjadi basis politik luar negeri dengan orientasi baru seperti dideskripsikan di atas.
Ini sebuah terminologi baru dalam perjalanan panjang diplomasi RI yang untuk waktu lama didominasi isu-isu keamanan dan politik.
Menilik konsep, sasaran, dan cara pelaksanaan, diplomasi ekonomi merupakan pengembangan lebih lanjut dari diplomasi kebudayaan yang dilaksanakan Kemenlu tahun 1980-an dan 1990-an dan diplomasi publik Kemenlu awal 2000-an.
Diplomasi ekonomi ialah memberi bobot ekonomi dan bisnis dari aktivitas diplomasi.
Seperti dituliskan di dalam Renstra Kemenlu (2015-2019), ‘Diplomasi Indonesia di berbagai forum ekonomi selama ini memperlihatkan bahwa penekanan yang berbeda pada aspek politik atau aspek ekonomi menghasilkan keputusan yang berbeda, sehingga perlu upaya untuk menyeimbangkan antara kedua aspek tersebut agar keduanya dapat berjalan seiring dan saling mendukung’.
Praktik diplomasi ekonomi ditunjukkan secara mencolok oleh presiden pada tiga pertemuan internasional di akhir tahun 2014, yakni: KTT APEC 2015 di Beijing, China, 10-11 November; KTT ASEAN ke-25 di Naypidaw, Myanmar, 12-13 November; dan KTT G-20 di Brisbane, Australia, pada 15-16 November.
Presiden memanfaatkan forum ini untuk menggalang kemitraan ekonomi dalam proyek infrastruktur dan kerja sama ekonomi lainnya.
Pendekatan yang menekankan kepentingan domestik terus dipertahankan hingga sekarang, dan justru menjadikan politik luar negeri berjalan nyaris tanpa kritik.
Diplomasi ekonomi memiliki tiga tujuan, yakni menarik investasi asing, membuka pasar luar negeri, dan mendatangkan turis asing.
Berbeda dengan pendekatan low-politics dalam diplomasi di tahun-tahun sebelumnya, diplomasi ekonomi memiliki bobot baru memasarkan produk-produk Indonesia di luar negeri.
Barangkali karena bobot ini maka terminologi diplomasi ekonomi yang dipilih, dan ini sejalan dengan arahan presiden bahwa perwakilan-perwakilan RI di luar negeri harus memasarkan produk Indonesia di luar negeri.
Kemitraan
Di bawah payung diplomasi ekonomi, RI membangun kemitraan ekonomi yang lebih menguntungkan dengan Arab Saudi, China, dan Rusia.
Hubungan Indonesia dengan tiga negara ini telah berlangsung lama namun belum sampai pada kemitraan yang saling menguatkan secara ekonomi, dan pemerintahan sekarang mengkonkritkannya.
Hubungan dengan Arab Saudi, yang sebelumnya terbatas pada hubungan politik dan sosial-kultural, berubah menjadi kemitraan yang lebih menguntungkan secara ekonomi–lebih dari sekadar hubungan baik–dengan kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Suud ke Indonesia pada Maret 2017.
Kunjungan bersejarah, bukan hanya karena terjadi 70 tahun setelah kunjungan Raja Arab Saudi terakhir ke RI, tetapi karena kesepakatan investasi dan kerja sama ekonomi lainnya.
Selain membangun kemitraan dengan Arab Saudi, RI juga mencapai kemitraan ekonomi saling menguntungkan, yang lebih dari sekadar hubungan baik yang panjang, dengan China dan Rusia.
China dan Rusia menyambut tawaran Presiden untuk berinvestasi di Indonesia.
Kebijakan proteksionisme Washington di bawah Presiden Donald Trump turut mendorong kemitraan ekonomi RI dengan Arab Saudi, China, dan Rusia.
Perubahan kebijakan Washington menunjukkan ketepatan pilihan politik luar negeri RI yang mengambil mitra ekonomi baru tanpa tersandera kecondongan ideologis negara-negara mitra.
Politik luar negeri RI tiga tahun terakhir, dalam payung diplomasi ekonomi, menunjukkan perubahan orientasi signifikan dari politik luar negeri pemerintahan sebelumnya.
Konvergensi ekonomi dunia di satu sisi dan pemerintahan baru AS yang mengambil jalan proteksionisme di sisi lain menguatkan pilihan politik luar negeri semacam ini.
Politik luar negeri pemerintahan Presiden Jokowi mendapatkan kritik pada dua isu, yakni kemitraan dengan China dan peran RI dalam penyelesaian tragedi Rohingya di Myanmar.
Kemitraan dengan China telah menjadi isu dan sumber kritik sejak tahun pertama, tetapi tragedi Rohingnya dengan masalahannya yang telah berlangsung lama dan Indonesia juga telah terlibat lama dalam penyelesaian soal ini-baru menjadi sasaran kritik dalam beberapa bulan terakhir sejak September 2017.
Pemerintah mengabaikan kritik tentang kemitraan dengan China, dan ini respons tepat, karena memang tidak ada yang salah dari kemitraan ini.
Untuk tragedi Rohingya, RI dapat berperan lebih, yakni memanfaatkan kritik dalam negeri sebagai dukungan politik untuk menegaskan posisi sebagai pemimpin de facto ASEAN.
RI harus mendorong mekanisme penyelesaian krisis kemanusiaan lintas negara di ASEAN.