Pahlawan Revolusi – Pahlawan Revolusi ialah gelar yang diserahkan kepada sebanyak perwira militer yang gugur dalam tragedi Pengkhianatan Partai Komunis Indonesia (PKI) G30S/PKI yang terjadi di Jakarta dan Yogyakarta pada tanggal 30 September 1965. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, gelar ini dinyatakan juga sebagai Pahlawan Nasional.Pada hari Kamis malam, tanggal 30 September 1965 PKI mulai mengemban gerakan perebutan dengan nama Gerakan 30 September yang lantas dikenal dengan singkatan G.30.S/PKI. Gerakan ini sudah dipersiapkan oleh PKI sejumlah tahun sebelumnya.
Tujuan didirikannya PKI ialah menggeser dasar negara Indonesia, Pancasila, dengan komunisme. Tujuannya ini dengan teknik membangkitkan perasaan revolusioner rakyat Indonesia dari kalangan buruh dan petani yang tertindas oleh kaum borjuis.
Cara-cara yang ditempuh antara lain menyelenggarakan intimidasi terhadap lawan-lawan politiknya. Lawan-lawan politik praktis nyaris tak berdaya, kecuali TNI Angkatan Darat, yang pimpinannya tetap dipegang oleh perwira-perwira Pancasilais.
Sebab tersebut para Jenderal Pancasialis ini di anggap oleh PKI sebagai musuh yang berat. Klimaks dari gerakan perebutan dominasi dari pemerintah yang syah ini, G.30.S/PKI menyelenggarakan gerakan fisik/militer yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung Sutopo, Komandan Batalyon atau Resimen Cakrabirawa, yakni pasukan pengawal presiden.
Partai Komunis Indonesia (PKI) berdiri pada tanggal 4 Mei 1914 oleh Henk Sneevliet, tokoh sosialis Belanda, dengan nama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) atau (Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda). Pada Kongres ISDV di Semarang pada bulan Mei 1920, ISDV diolah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH) dengan Semaoen sebagai ketua partai. Kemudian pada tahun 1924 nama PKH diolah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sebagai generasi penerus tentunya mesti menghargai dan memperingati jasa semua pahlawan Revolusi tersebut.
1.Pahlawan Revolusi Jenderal Achmad Yani
Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani lahir di Jawa Tengah, 19 Juni 1922 meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada usia 43 tahun. Adalah komandan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, dan dibunuh oleh anggota Gerakan 30 September. Achmad Yani lahir di Jenar Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 19 Juni 1922 di family Wongsoredjo, family yang bekerja di suatu pabrik gula yang dijalankan oleh empunya Belanda. Pada tahun 1927, Yani pindah dengan keluarganya ke Batavia, di mana ayahnya sekarang bekerja guna General Belanda.
Di Batavia, Yani bekerja jalan melewati pendidikan dasar dan menengah. Pada tahun 1940, Yani meninggalkan sekolah tinggi guna menjalani mesti militer di tentara Hindia Belanda pemerintah kolonial. Ia belajar topografi militer di Malang, Jawa Timur, tetapi edukasi ini terganggu oleh kedatangan pasukan Jepang pada tahun 1942. Pada ketika yang sama, Yani dan keluarganya pindah pulang ke Jawa Tengah.
Pada tahun 1943, ia bergabung dengan tentara yang disponsori Jepang Peta (Pembela Tanah Air), dan menjalani pelatihan lebih lanjut di Magelang. Setelah menuntaskan pelatihan ini, Yani meminta untuk diajar sebagai komandan peleton Peta dan dialihkan ke Bogor, Jawa Barat guna menerima pelatihan. Setelah selesai, ia dikirim pulang ke Magelang sebagai instruktur.
2.Pahlawan Revolusi Letnan Jenderal R. Suprapto
Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto lahir di Jawa Tengah, 20 Juni 1920. Meninggal di Lubangbuaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada usia 45 tahun. Adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia adalahsalah satu korban dalam G30SPKI dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.Suprapto yang lahir di Purwokerto ini boleh dibilang nyaris seusia dengan Panglima Besar Sudirman. Usianya melulu terpaut empat tahun lebih muda dari sang Panglima Besar. Pendidikan formalnya sesudah tamat MULO (setingkat SLTP) ialah AMS (setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta yang diselesaikannya pada tahun 1941.
Sekitar tahun tersebut pemerintah Hindia Belanda memberitahukan milisi berkaitan dengan pecahnya Perang Dunia Kedua. Ketika itulah ia menginjak pendidikan militer pada Koninklijke Militaire Akademie di Bandung. Pendidikan ini tidak dapat diselesaikannya hingga tamat sebab pasukan Jepang telah keburu tiba di Indonesia. Oleh Jepang, ia ditawan dan dipenjarakan, tapi lantas ia sukses melarikan diri. Selepas pelariannya dari penjara, ia memenuhi waktunya dengan mengekor kursus Pusat Latihan Pemuda, pelajaran keibodan, seinendan, dan syuisyintai. Dan sesudah itu, ia bekerja di Kantor Pendidikan Masyarakat. Di mula kemerdekaan, ia adalah salah seorang yang turut serta berusaha dan sukses merebut s3nj4ta pasukan Jepang di Cilacap. Selepas itu, ia lantas masuk menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat di Purwokerto. Itulah mula dirinya secara sah masuk sebagai tentara, karena sebelumnya walaupun ia ikut dalam perjuangan melawan tentara Jepang laksana di Cilacap, tetapi perjuangan tersebut hanyalah sebagai perjuangan rakyat yang dilaksanakan oleh rakyat Indonesia pada umumnya.
3.Pahlawan Revolusi Letnan Jenderal Haryono
Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di kota Surabaya Jawa Timur, 20 Januari 1924. Meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada usia 41 tahun. Adalah di antara pahlawan revolusi Indonesia yang terbunuh pada persitiwa G30S PKI. Letjen Anumerta M.T. Haryono sebelumnya mendapat pendidikan di ELS (setingkat Sekolah Dasar) lantas diteruskan ke HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum). Setamat dari HBS, ia sempat masuk Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang) di Jakarta, tetapi tidak hingga tamat.Ketika kebebasan RI diproklamirkan, ia yang sedang sedang di Jakarta segera bergabung dengan pemuda beda untuk berusaha mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan tersebut sekaligus dilanjutkannya dengan masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Awal pengangkatannya, ia mendapat pangkat Mayor.Selama terjadinya perang mempertahankan kebebasan yakni antara tahun 1945 hingga tahun 1950, ia tidak jarang dipindahtugaskan. Pertama-tama ia ditempatkan di Kantor Penghubung, lantas sebagai Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda.
4.Pahlawan Revolusi Letnan Jenderal Siswondo Parman
Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman lahir di Wonosobo Jawa Tengah, 4 Agustus 1918. Meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada usia 47 tahun. Siswondo Parman atau lebih dikenal dengan nama S. Parman ialah salah satu pahlawan revolusi Indonesia dan figur militer Indonesia. Ia meninggal dibunuh pada persitiwa Gerakan 30 September dan menemukan gelar Letnan Jenderal Anumerta. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.Parman adalahperwira intelijen, sehingga tidak sedikit tahu tentang pekerjaan PKI. Dia tergolong salah satu salah satu para perwira yang menampik rencana PKI untuk menyusun Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani.
5.Pahlawan Revolusi Mayor Jenderal Pandjaitan
Brigadir Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan lahir di Sumatera Utara, 19 Juni 1925. Meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada usia 40 tahun) ialah salah satu pahlawan revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pendidikan formal dimulai dari Sekolah Dasar, lantas masuk Sekolah Menengah Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga saat masuk menjadi anggota militer ia mesti mengikuti pelajaran Gyugun. Selesai latihan, ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau sampai Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.Ketika Indonesia telah meraih kemerdekaan, ia bareng para pemuda lainnya menyusun Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang lantas menjadi TNI. Di TKR,
ia kesatu kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, lantas menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Seterusnya menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera. Dan saat Pasukan Belanda mengerjakan Agresi Militernya yang Ke II, ia diusung menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).Seiring dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda ke II, Indonesia pun mendapat pengakuan kedaulatan. Panjaitan sendiri kemudian diusung menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya dialihkan lagi ke Palembang menjadi Kepala Staf T & T II/Sriwijaya.Setelah mengekor kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa tugasnya telah selesai sebagai Atase Militer, ia pun kembali ke Indonesia. Namun tidak lama setelah tersebut yakni pada tahun 1962, perwira yang pernah menimba ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat ini, ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad).
6.Pahlawan Revolusi Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
Mayor Jendral TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo lahir di Jawa Tengah, 28 Agustus 1922. Meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada usia 43 tahun. ialah seorang perwira tinggi TNI-AD yang dilarikan dan lantas dibunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September di Indonesia. Setelah proklamasi kebebasan Indonesia pada tahun 1945, Sutoyo bergabung ke dalam unsur Polisi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), cikal akan Tentara Nasional Indonesia. Hal ini lantas menjadi Polisi Militer Indonesia. Pada Juni 1946, ia diusung menjadi ajudan Kolonel Gatot Soebroto, komandan Polisi Militer. Ia terus mengalami eskalasi pangkat di dalam Polisi Militer, dan pada tahun 1954 ia menjadi kepala staf di Markas Besar Polisi Militer. Dia memegang posisi ini sekitar dua tahun sebelum diusung menjadi asisten atase militer di kedutaan besar Indonesia di London. Setelah pelatihan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat di Bandung dari tahun 1959 sampai 1960, ia diusung menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat, kemudian sebab pengalaman hukumnya, pada tahun 1961 ia menjadi inspektur kehakiman/jaksa militer utama.
7.Pahlawan Revolusi Kapten Pierre Tendean
Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean lahir 21 Februari 1939 – meninggal 1 Oktober 1965 pada usia 26 tahun. ialah seorang perwira militer Indonesia yang menjadi di antara korban peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965. Mengawali karier militer dengan menjadi intelijen dan lantas ditunjuk sebagai ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution dengan pangkat letnan satu, ia dipromosikan menjadi kapten anumerta sesudah kematiannya. Tendean dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan bareng enam perwira korban G30S lainnya, ia diputuskan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1965. Pierre Andreas Tendean tercetus dari pasangan Dr. A.L Tendean, seorang dokter yang berdarah Minahasa, dan Cornet M.E, seorang perempuan Indo yang berdarah Perancis, pada tanggal 21 Februari 1939 di Batavia (kini Jakarta), Hindia Belanda. Pierre ialah anak kedua dari tiga bersaudara; kakak dan adiknya masing-masing mempunyai nama Mitze Farre dan Rooswidiati. Tendean mengenyam sekolah dasar di Magelang, kemudian melanjutkan SMP dan SMA di Semarang lokasi ayahnya bertugas. Sejak kecil, ia sangat hendak menjadi tentara dan masuk akademi militer, tetapi orang tuanya hendak ia menjadi seorang dokter laksana ayahnya atau seorang insinyur. Karena tekadnya yang kuat, ia pun sukses bergabung dengan Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung pada tahun 1958.
8.Pahlawan Revolusi AIP Karel Satsuit Tubun
Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Satsuit Tubun (lahir di Maluku Tenggara, 14 Oktober 1928 – meninggal di Jakarta, 1 Oktober 1965 pada usia 36 tahun) ialah seorang pahlawan nasional Indonesia yang adalahsalah seorang korban Gerakan 30 September pada tahun 1965. Ia ialah pengawal dari J. Leimena.Karel Satsuit Tubun lahir di Tual, Maluku Tenggara pada tanggal 14 Oktober 1928. Ketika sudah dewasa ia menyimpulkan untuk masuk menjadi anggota POLRI. Ia juga diterima, lalu mengekor Pendidikan Polisi, sesudah lulus, ia ditempatkan di Kesatuan Brimob Ambon dengan Pangkat Agen Polisi Kelas Dua atau kini Bhayangkara Dua Polisi. Ia juga ditarik ke Jakarta dan mempunyai pangkat Agen Polisi Kelas Satu atau kini Bhayangkara Satu Polisi. Ketika Bung Karno mengumandangkan Trikora yang isinya menuntut pengembalian Irian Barat untuk Indonesia dari tangan Belanda. Seketika pula dilaksanakan Operasi Militer, ia juga ikut serta dalam perjuangan itu. Setelah Irian barat sukses dikembalikan, ia diberi tugas guna mengawal lokasi tinggal Wakil Perdana Menteri, Dr. J. Leimena di Jakarta. Berangsur-angsur pangkatnya naik menjadi Brigadir Polisi.
9.Pahlawan Revolusi Brigadir Jenderal Katamso Darmokusumo
Brigjen Anumerta Katamso Darmokusumo (lahir di Sragen, Jawa Tengah, 5 Februari 1923 – meninggal di Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada usia 42 tahun) ialah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Katamso tergolong tokoh yang terbunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Yogyakarta.
10. Pahlawan Revolusi Kolonel Sugiono
Kolonel Anumerta R. Sugiyono Mangunwiyoto (lahir di Gedaren, Sumbergiri, Ponjong, Gunung Kidul, 12 Agustus 1926 – meninggal di Kentungan, Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada usia 39 tahun) ialah seorang pahlawan Indonesia yang adalahsalah seorang korban peristiwa Gerakan 30 September.Kol. Sugiyono menikah dengan Supriyati. Mereka mempunyai anak enam orang laki-laki; R. Erry Guthomo (l. 1954), R. Agung Pramuji (l. 1956), R. Haryo Guritno (l. 1958), R. Danny Nugroho (l. 1960), R. Budi Winoto (l. 1962), dan R. Ganis Priyono (l. 1963); serta seorang anak perempuan, Rr. Sugiarti Takarina (l. 1965), yang lahir sesudah ayahnya meninggal. Nama Sugiarti Takarina diserahkan oleh Presiden Sukarno.Ia dimakamkan di TMP Semaki, Yogyakarta.